Saya sempat ngobrol dengan salah dua dari sekian banyak prajurit kesatuan keraton. Mereka masuk ke dalam satuan prajurit Plangkir yang akan mengawal kirab gunungan menuju Pura Pakualaman. Beliau berdua banyak bercerita tentang suka duka menjadi abdi dalem keraton. Namun, poin yang saya dapatkan masih tetap sama. Kehendak untuk menjadi abdi dalem merupakan sebuah keinginan yang didasarkan pada pengabdian kepada keraton. Apakah murni karena berkah dari keraton atau ada motif lain di baliknya, saya tak tahu pasti. Yang jelas uang Rp 5.000,- yang dibayarkan kepada mereka saya pikir bukanlah uang yang dinilai secara intrinsik atau ekstrinsik, namun lebih dari itu. Ada makna di dalamnya.
Tak lama kemudian para prajurit bersiap dengan satuannya masing-masing. Prosesi pengangkatan gunungan pun dimulai. Antusiasme warga dan turis tak terbendung, namun masih dapat dikontrol. Menyaksikan gunungan demi gunungan itu dipindahkan, diiringi dengan alunan musik khas kesultanan -nadanya meliuk-liuk tapi tetap nikmat didengar-, di bawah terik matahari yang amat menyengat menurut saya sesuatu yang luar biasa di awal tahun ini. Rasanya senang sekali. :)
Ada tujuh gunungan yang diberikan Sultan tahun ini sebagai simbol berkah dan kemurahan hati raja kepada rakyatnya. Tujuh gunungan itu terdiri dari tiga gunungan kakung, satu gunungan putri, satu gunungan gepak, satu gunungan darat, dan satu gunungan pawuhan [1]. Saya tentu tidak paham jenis-jenis gunungan itu. Saya hanya dapat mengkategorikan gunungan itu sebagai gunungan kakung dan gunungan putri.
Lima gunungan akan diperebutkan di halaman Masjid Agung Yogyakarta, satu gunungan di halaman kompleks Kepatihan, dan satu gunungan lagi dibawa ke Pura Pakualaman.
Setelah prosesi di Bangsal Pancaniti berakhir, saya bergegas menuju Alun-alun Utara yang menjelma menjadi lautan manusia. Saya memilih untuk ikut kirab gunungan ke Pura Pakualaman. Gunungan dikawal oleh pasukan gajah dan pasukan Lombok Abang serta Plangkir.
Di Pura Pakualaman warga pun sudah berkumpul, tidak sabar menunggu gunungan dikeluarkan dan diperebutkan di Alun-alun Pakualaman. Dan menjelang shalat zuhur, akhirnya gunungan keluar dan dirayah beramai-ramai. Saya mendapatkan sebatang kacang panjang, hasil berdesak-desakan saat mengabadikan momen seru ini. Sama seperti warga lainnya yang memperebutkan gunungan, saya pun berharap berkah terus tercurah ke saya sepanjang tahun ini. Lumayan, sebatang kacang panjang itu akan saya simpan sebagai benda kenang-kenangan grebeg mulud di Yogyakarta :)
[1] http://www.detiknews.com/read/2012/02/04/150807/1834214/10/grebeg-mulud-kraton-yogya-akan-keluarkan-tujuh-gunungan