Selamat pagi Nusa Kambangan!!!! Segar sekali melihat pantai pagi hari.
Agenda hari ini ialah nge-game dan eksplorasi Benteng Karang Bolong, Benteng Klingker, dan bungker-bungker sisa Perang Dunia II. Sebagian besar anggota tim berjalan lebih awal ke pos masuk kawasan wisata Benteng Karang Bolong. Beberapa dari mereka hendak berenang dulu di perairan Nusa Kambangan. Sebagian lagi berniat mandi. Sementara saya dan beberapa teman lagi memilih untuk menyusul saja, karena kami semua tak punya niatan untuk mandi, :D.
Teman-teman yang berenang melengkapi dirinya dengan baju pelampung. Mungkin untuk berjaga-jaga. Tapi, ada yang terlewat. Kaki yang tidak dilengkapi dengan pengaman apa pun menyebabkan munculnya peluang untuk ancaman lain. Mas Fajar berjalan kurang sempurna mendekat ke tepi pantai. Di telapak kakinya tertanam sedikit bulu babi. Ia lantas memukul-mukul telapak kakinya untuk menghancurkan si bulu babi. Saya tidak bisa membayangkan rasanya seperti apa –karena belum pernah merasakan-, yang pasti akan sakit sekali. Kemudian Pak Heri –juru pelihara Benteng Karang Bolong- memberikan terasi untuk ditempelkan di telapak kaki yang terkena bulu babi. Menurut Pak Heri, jika terkena bulu babi sebaiknya jangan dipukul-pukul karena ia akan masuk lebih dalam lagi. Terasi menjadi salah satu obat penawar bagi kaki-kaki yang terkena bulu babi.
Melacak Jejak Napoleon di Cilacap
Saya memang sengaja memilih “Melacak Jejak Napoleon di Cilacap” sebagai judul untuk trip benteng ini. Selain terdengar keren [:D], nama Napoleon menurut saya cukup menjual. Saya sempat diprotes seorang teman setelah ia tahu bahwa Napoleon tidak sungguh-sungguh pernah menginjakkan kaki di tanah Jawa, apalagi di Cilacap. Tapi menurut saya esensinya justru lebih jauh dari hanya sekedar kehadiran seorang Napoleon di tanah Jawa atau Cilacap. Ada sebuah ideologi yang melintas antar benua yang mengabaikan rentang masa. Ideologi itu semakin mantap ketika diwujudkan ke dalam bangunan fisik yang bisa dinikmati banyak orang pada masanya maupun sesudahnya. Itulah yang saya namakan “jejak” Napoleon di Cilacap. Ideologi seorang Napoleon yang merasuki wujud fisik Benteng Karang Bolong. Untuk memudahkan pemahaman saya pun tak ingin menjelaskan panjang lebar soal Napoleon dan kumpulan ide-idenya. Saya bersama JALADWARA lebih menyukai sebuah permainan untuk menjelaskan keterkaitan antara Napoleon dengan sebuah benteng megah di belantara Nusa Kambangan ini.
Tiap kelompok mengamati peta dan semaksimal mungkin membaca tanda-tanda di lapangan. Sebenarnya mereka sedang memerankan tokoh arkeolog yang melakukan survei awal untuk sebuah riset lebih lanjut. Mereka menunjukkan totalitas dalam melacak jejak sang kaisar di sini. Setiap temuan didiskusikan dengan cara yang unik. Kepekaan menandai tempat di peta pun menjadi sesuatu yang menarik. Hingga akhirnya semua temuan sudah didapatkan, masing-masing kelompok kembali ke titik awal untuk mempresentasikan hasil temuannya.
Setelah semua temuan didiskusikan kemudian kami mulai mengunjungi satu per satu bagian dari Benteng Karang Bolong. Saya pun membantu interpretasi teman-teman terkait dengan permainan sebelumnya. Ruang-ruang Benteng Karang Bolong habis kami jelajahi. Ada sebuah ruang di dalam menara yang menjadi titik favorit teman-teman untuk mengabadikan momen, karena jatuhnya cahaya lewat ventilasi menimbulkan efek yang super bagus.
Benteng Klingker, Sebuah Mahakarya
Benteng Karang Bolong kami rekam lewat ingatan masing-masing. Kemudian kami kembali ke titik perkemahan dan membongkar tenda serta mengemasi barang-barang. Tujuan kami di Benteng Karang Bolong sudah tercapai. Saatnya bergeser ke Benteng Klingker di Pantai Karang Tengah. Ukuran benteng yang relatif kecil menyebabkan kami tidak membutuhkan waktu lama untuk mengelilinginya.
Benteng Klingker terbalut oleh akar pepohonan tapi masih tetap spektakuler di mata saya. Benteng tipe martelo ini dijumpai juga di Pulau Kelor. Hanya saja menurut saya, Benteng Klingker jauh lebih elok dan utuh. Arsitekturnya yang tidak menggunakan besi, hanya bata spesi beligon saja, membuat Dek Rin terkagum-kagum. Bagaimana mungkin benteng ini mampu bertahan ratusan tahun dengan hanya disangga oleh sebuah pilar bata tanpa penguat besi?
Bungker-bungker yang Tersembunyi
Di halaman belakang pos polisi Teluk Penyu tersebar tiga buah bungker sisa Perang Dunia II. Ketiganya menjadi saksi bisu suasana pelabuhan Cilacap saat dibumihanguskan oleh tentara Jepang. Dari ketiga bungker ini pula kami mendapatkan cerita tentang kacaunya kota Cilacap saat Perang Dunia II. Orang-orang tertahan di pelabuhan. Mereka berharap dapat melakukan penyeberangan ke Australia, namun sayang patroli Jepang menghadang di perairan Nusa Kambangan, akhirnya keinginan pun harus pupus. Mereka kemudian menjadi tawanan Jepang.
Sekarang, tiga bungker ini seperti tinggalan sejarah yang tersembunyi. Letaknya yang jauh dari jalan raya menyebabkan faktor jarak pandang menjadi salah satu penghambat orang-orang untuk berkenalan. Ada satu bungker yang relatif bisa dilihat dari jalan –di dekat pos tiket masuk Pantai Teluk Penyu-, namun tanaman liar yang membalut tubuhnya menyamarkan keberadaannya.
Kami hanya sebentar saja di bungker ini. Selain matahari yang mulai condong ke barat, teman-teman harus segera kembali ke kota masing-masing. Akhirnya, trip dua hari di Cilacap dan Nusa Kambangan pun ditutup di sini –tepatnya di depan pos polisi Pantai Teluk Penyu-. Saya berharap dapat bergabung lagi bersama teman-teman dalam acara trip JALADWARA selanjutnya.