Tanpa sengaja acara kali ini digelar bersamaan dengan peringatan Hari Purbakala yang ke 102. Anggap saja ini cara kami merayakan hari jadi Purbakala dengan bersenang-senang sembari kembali mengenali kawasan bersejarah yang menjadi saksi perkembangan kota Jogja.
Acara jelajah kali ini diikuti oleh sembilan orang meskipun tak semuanya menyelesaikan hingga akhir karena berbagai keperluan. Mereka dibagi ke dalam dua kelompok untuk menjelajah mandiri kawasan Malioboro. Ada sekitar 15 kartu petunjuk yang akan memandu mereka menuju ke tempat-tempat bersejarah yang sudah kami tentukan.
Berbekal petunjuk, mereka mencari narasumber yang bisa membantu menemukan objek yang dituju. Tak jarang mereka nyasar cukup jauh karena informasi dari narasumber yang kurang valid. Namun, justru acara nyasar ini terkadang memberikan temuan-temuan baru yang cukup menarik. Jadi, tak pernah ada yang sama dalam jelajah Malioboro ini.
Hal yang menarik ialah bahwa tak semua orang yang lahir dan dibesarkan di Jogja mengenal kawasan Malioboro ini. Jadi selama berpetualang di sini tak sedikit muncul pernyataan, “O...ternyata ada ini to di sini,” atau “Baru tahu kalau ada beginian.” Kadang kita memang lebih mengenal daerah lain dengan lebih baik ketimbang tempat tinggal sendiri. Maka itu muncul istilah, “rumput tetangga lebih hijau” karena mungkin tempat yang jarang dikunjungi terlihat jauh lebih menarik :D
Setelah penjelajahan itu kami berkumpul di bawah pohon rindang di dalam taman Benteng Vredeburg. Tentu saja ini pengalaman pertama kami karena dua tahun sebelumnya kami mengalami kesulitan untuk mengajukan izin berkegiatan di dalam taman ini. Namun kini taman terlihat lebih terbuka dan mulai bekerja seperti fungsinya. Kota Jogja perlu lebih banyak tempat seperti ini. Jadi warga kota punya ruang terbuka yang nyaman untuk berdiskusi atau sekedar bersantai melepas penat.
Kami memilih duduk santai membentuk lingkaran di bawah rindangnya pohon berlatarbelakang gedung BI, Kantor Pos Besar, dan gedung BNI 46. Sembari mengudap penganan khas dari Malioboro yang menawarkan cita rasa tempo dulu kami berbagi pengalaman mengulik kawasan Malioboro.
Perjalanan kali ini juga mengingatkan kami bahwa informasi tentang sebuah kawasan bersejarah perlu digali terus karena derap modernisasi tak lagi dapat ditekan. Jika tak bergerak cepat maka kita akan kehilangan cerita kota, cerita tentang kita sendiri.