Pendopo ini merupakan bagian dari pesanggrahan yang mulai dibangun sejak masa Sultan HB V. Sebenarnya sejak masa Sultan HB II daerah ini dikenal sebagai Jenu yang merupakan kebun kerajaan. Fungsinya sebagai tempat peristirahatan, penyambutan tamu kerajaan, serta tempat untuk perundingan-perundingan dengan pihak asing.
Lalu pada masa Sultan HB V di tengah kebun dibangun sebuah pendopo kecil. Fungsinya masih sama. Sebelum memasuki keraton para tamu utusan diplomasi diterima di sini.
Angka tahun 1859 dan 1897 pada bagian atas tiang sokoguru pendopo menunjukkan tahun pembangunan dan penyelesaian pendopo. Jadi pendopo mengalami perluasan pada masa HB VI dan diselesaikan pada masa HB VII. Sebab awal perluasan dikarenakan kunjungan Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke keraton Jogja.
Selanjutnya pesanggrahan ini ditempati oleh Sultan HB VII saat beliau turun tahta. Beliau pun menghabiskan masa tua dan wafat di sini pada Desember 1921. Peristiwa itu diyakini sebagai pertanda bahwa sultan-sultan selanjutnya akan mangkat di luar keraton.
Kemudian waktu berjalan. Pesanggrahan Ambarukmo mengalami beberapa kali perubahan fungsi. Hingga pada 2004 tersiar kabar bahwa di kompleks pesanggrahan ini akan didirikan mall. Berita yang memang benar adanya. Separuh bagian gandok tengen pesanggrahan pun jadi korban penghancuran untuk dijadikan jalur keluar parkir kendaraan Mall Ambarukmo. Mulai dari situ sejarah bergeser.
Saat ini kita bisa mengakses pesanggrahan. Di dalamnya terdapat museum mini. Komunitas Suling Bambu Nusantara memanfaatkan bagian belakang pesanggrahan sebagai tempat berlatih suling bambu di tiap Senin sore. Sebuah pemandangan yang kontras dengan bangunan mall di sampingnya. Dengan segala derap perubahan, mereka mencoba menikmati pesanggrahan dengan caranya sendiri.