Sekitar tujuh bulan yang lalu, kami tak sengaja bertemu Purie, kepala sekolah kelompok bermain Milas. Ia menanyakan apakah mungkin Jaladwara merancang program bagi anak-anak balita. Biasanya di bulan April, di Hari Kartini, taman bermain Milas menyelenggarakan acara jalan-jalan untuk anak-anak. Purie berpendapat bahwa perayaan hari Kartini yang bersifat seremonial, berupa upacara atau mengenakan baju adat, sudah waktunya diganti dengan sesuatu yang lebih mengena.
Kami pun bersemangat menerima permintaan tersebut. Ini merupakan sebuah tantangan bagi Jaladwara karena belum pernah mendesain program wisata arkeologi khusus untuk balita. Dan kami bertekad untuk tidak menyertakan kegiatan mewarnai atau menggambar, karena kami yakin ada banyak kegiatan menarik yang cocok bagi balita selain mewarnai dan menggambar :D
Pada pertemuan awal dengan Purie di Milas (17/10/2015), Ia melontarkan alasan utama kegiatan ini adalah keinginan untuk mengenalkan Jogja sebagai kota tempat anak-anak tinggal. Kami sepakat jika mengangkat tema nasionalisme atau pahlawan masih terlalu berat untuk balita. Mereka pastinya belum paham dengan konsep nasionalisme dan pahlawan.
Maka pengenalan objek-objek penanda kota menjadi satu alternatif yang menarik juga. Banyak anak yang belum tahu cerita tentang Alun-alun Kidul, keraton, atau Taman Sari. Padahal tempat itu bisa jadi mereka lewati setiap harinya. Pendekatan wisata ke tempat-tempat bersejarah juga menjadi pertimbangan tersendiri karena mall atau tempat hiburan arus utama masih menjadi destinasi liburan yang diminati.
Pada pertemuan ini kami fokus pada penggalian informasi seputar taman bermain Milas. Termasuk metode belajar dan bermain anak-anak Milas serta hal-hal yang dipelajari selama di Milas. Di sini kami juga mendapat informasi mengenai usia anak-anak peserta taman bermain yaitu, 2,5 tahun-3,5 tahun (kelompok kecil) & 3,5 – 4,5 tahun (kelompok besar). Wow….masih yunior sekali. Dan kami pun mulai gamang :(
Ada banyak ide yang muncul. Tentu saja konsep awal masih terlalu umum sehingga kami jadi bingung sendiri. Namun, di satu titik akhirnya kami menemukan juga jalan terang itu :)
Menjelajah, mendengar dongeng, memainkan tokoh dalam dongeng, dan membuat benteng.
Satu setengah bulan menjelang hari H, kami masih belum punya gambaran rancangan kegiatan yang akan kami tawarkan kepada kelompok bermain Milas. Kami pun berkonsultasi dengan salah satu sahabat Jaladwara di Jakarta yang berpengalaman menyelenggarakan kegiatan untuk anak balita.
Sesuai dengan nasihat yang diberikan, kegiatan tak perlu banyak macamnya, namun yang penting sederhana, menyenangkan serta pengetahuan/keahlian yang ingin disampaikan sesuai dengan tingkat pemahaman balita. Dari sini kami mulai mendapat secercah titik terang. Kami mulai punya gambaran tiga jenis aktivitas yang akan ditawarkan, yaitu dongeng, permainan/aktivitas fisik dan prakarya. Namun untuk detail tiap aktivitas, apalagi dalam hal tema, kami masih kabur.
1.Pemilihan lokasi
Hal yang pertama kali kami pikirkan ialah pemilihan tempat. Tempat itu haruslah aman dan ramah untuk balita. Selain itu juga menjadi salah satu penanda kota Jogja. Setelah memasukkan beberapa kandidat tempat akhirnya Jaladwara dan Purie setuju untuk memilih Benteng Vredeburg sebagai tempat bermain.
Namun di rapat Jaladwara menjelang hari H, kami sempat berpikir untuk mengubah lokasi. Karena agak dilematis juga jika kami memilih tempat peninggalan penjajah sebagai perayaan hari pahlawan nasional. Tapi pada akhirnya, hanya Benteng Vredeburg lah yang memenuhi kriteria di atas. Lagipula tidak bisa dipungkiri bahwa Benteng Vredeburg adalah salah satu objek sejarah yang cukup penting di Kota Jogja.
2. Kegiatan yang dilakukan
Ini adalah bagian yang paling sulit, karena kami tak kunjung mendapatkan ide yang pas hingga menjelang hari H. Baik itu dari segi tema maupun kegiatan spesifik. Kami telah melihat berbagai referensi video mendongeng, dalam dan luar negeri. Kami sudah membaca majalah anak dan cerita-cerita anak. Kami pun menggali berbagai bentuk kegiatan untuk balita di internet. Tapi hasilnya….tetap tak ada ide ciamik yang mampir! :D
Hingga rapat internal (5/4/2016), kami masih belum punya rancangan kegiatan yang detail, padahal Purie telah mengontak kami menanyakan jadwal bertemu bersama para guru Milas. Pada rapat tersebut kami masih sibuk memberikan usul dan berdebat tentang hal-hal yang ingin disampaikan. Apakah tentang Kartini, sejarah Benteng Vredeburg, atau kisah dari Benteng Keraton, prajurit keraton vs prajurit Belanda, dsb? Tapi semuanya terlalu berat untuk anak Balita.
Akhirnya kami pun sepakat untuk menitikberatkan tema kegiatan tentang Benteng Vredeburg, mengingat kegiatan dilakukan di lokasi tersebut. Ini pasti lebih mudah dicerna oleh anak-anak. Dan ini sesuai dengan misi awal, mengenalkan objek penting di dalam kota pada anak usia dini.
Tepat 10 hari menjelang hari H, di pagi hari sebelum rapat koordinasi dengan para guru Milas … akhirnya wangsit datang! :) Tiba-tiba saja terbersit ide cerita untuk dongeng tentang aktivitas dan kehidupan di Benteng Vredeburg di masa lalu. Tentu saja kami menggunakan tokoh hewan, mengingat balita umumnya tertarik dengan hewan.
Ide cerita di dalam dongeng ini lah yang membuka jalan pada ide-ide kegiatan selanjutnya, di mana semuanya saling terhubung dalam satu tema, yaitu petualangan seekor tupai di dalam benteng.
3. Eksekusi
Secara umum kami membagi program ini ke dalam tiga sesi. Yang pertama anak-anak kami ajak berkeliling Benteng Vredeburg. Mereka kami ajak merasakan dan mengamati bahwa bentuk Benteng Vredeburg tidak persegi persis. Ada bastion yang menyerupai mata panah di tiap ujungnya. Mereka juga kami kenalkan dengan beberapa istilah militer. Anak-anak begitu bersemangat ketika menelusuri rampart (jalan patroli).
Setelah mengenalkan bentuk benteng dan elemen-elemen di dalamnya, anak-anak kami ajak mendengarkan dongeng tentang petualangan seekor tupai di Benteng Vredeburg. Dongeng tersebut jadi media kami untuk mengenalkan arsitektur dan aktivitas yang berlangsung di dalam benteng di masa lalu. Dongeng tentang benteng ini benar-benar jadi tantangan besar bagi kami. Sebagai instansi yang bergerak di bidang pendidikan pusaka tentunya kami harus mengaitkan cerita yang dipilih dengan objek kunjungan. Ini cukup sulit tapi menyenangkan :D
Ketika dongeng selesai dibawakan, kami mengajak anak-anak bernyanyi bersama. Sebuah lagu apik berjudul “Tupi Tupai dan Rosi Rusa” yang diciptakan oleh Bu Fadjar Satyani khusus untuk program ini. Bisa disaksikan di sini videonya.
Membuat dinding benteng berdasarkan denah tampak atas menjadi aktivitas penutup program. Kami membuat garis bantu tapak benteng. Lalu anak-anak mengambil balok-balok dan lego kemudian menempatkannya di atas garis bantu yang kami buat. Tentu saja ada peraturan yang disepakati. Tiap anak hanya boleh mengambil satu balok di tiap pemasangan.
Pada rapat persiapan Jaladwara dan guru Milas, kami sempat mempersiapkan skenario jika di tengah kegiatan, anak-anak tidak bersemangat menyelesaikan. Untungnya yang terjadi justru sebaliknya. Anak-anak tampak bersemangat bolak-balik mengambil balok dan menyusunnya di titik-titik yang kosong, hingga akhirnya dinding benteng terisi penuh. Dan tak ada satu pun anak yang mengeluh capek atau berebut balok/lego. Bravooo! :-)
Melalui kegiatan ini, anak-anak belajar berkerjasama untuk menuntaskan pembuatan dinding benteng. Tiap kali hendak meletakkan balok, anak harus memperhatikan posisi balok yang sudah diletakkan teman sebelumnya. Selain itu ia juga perlu sabar menunggu giliran temannya.
Anak juga mendapat kesempatan mengasah motorik halus dengan meletakkan balok sesuai dengan garis bantu putih yang telah dibuat.
Secara kognitif, anak mengenal variasi bentuk geometri. Bila sebelumnya, menurut Purie, mereka sudah mengenal bentuk dasar berupa lingkaran dan kotak, kini mereka mengenal bentuk geometri yang berbeda pada bentuk tapak benteng.
Setelahnya mereka kami ajak untuk masuk ke dalam benteng yang telah mereka buat. Saat itulah kami mengenalkan fungsi benteng. Harapannya pengalaman sambil melakukan ini bisa melekat di ingatan mereka.
Kami belajar banyak tentang kerjasama yang sesungguhnya saat menyiapkan kegiatan bersama para guru. Kerjasama yang dijalin karena pemahaman dan kesepakatan terhadap tujuan bersama, yakni agar anak-anak mendapatkan pengalaman dan manfaat yang maksimal dari kegiatan yang dirancang. Sepanjang proses sama sekali tidak terasa para guru lepas tangan dan meletakkan seluruh tanggung jawab pada kami.
Misalnya saja, untuk bisa diterima anak-anak kami harus bekerja bersama guru-guru. Mengingat tidak semua anak balita mudah untuk berinteraksi dengan orang baru, maka guru berperan untuk menjembatani kami. Beberapa waktu sebelum acara kami diundang mampir ke kelompok bermain Milas untuk mengamati kegiatan dan berkenalan dengan beberapa anak. Guru-guru Milas biasanya membantu mendorong anak-anak agar mau bersalaman dan memperkenalkan diri.
Di lapangan para guru banyak membantu dalam mengoordinasikan dan memberikan instruksi pada anak-anak. Wahh...ini sungguh kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh ahlinya! :D
Selain itu kami merasakan juga manfaat dari komunikasi yang dalam terhadap rencana kegiatan. Pemahaman pihak sekolah terhadap rencana kegiatan, memungkinkan para guru untuk turun tangan menguatkan proses secara konstruktif saat kegiatan berlangsung pada hari H. Tentu ceritanya bisa lain, bila para guru sama sekali tidak tahu rencana kegiatan.
Sejak awal rancangan ide kegiatan kami komunikasikan ke para guru. Mereka membantu menilai apakah kegiatan tersebut sudah sesuai dengan alam pikir dan ketrampilan anak-anak. Guru-guru bahkan mengusulkan untuk melakukan simulasi kegiatan dengan berbagai alat permainan yang mereka miliki. Hal ini sangat membantu dalam memberikan gambaran akan kemampuan anak-anak serta menghemat dana karena cukup menggunakan perlengkapan main yang sudah ada.
Kami pun sangat penuh kehati-hatian dalam merancang cerita dongeng. Naskah dongeng kami konsultasikan kepada guru, untuk menanyakan jikalau jalan cerita, perilaku tokoh dan pemilihan kata tidak sesuai dengan alam pikir dan nilai-nilai yang mereka ajarkan ke anak-anak.
Bahagia sekali kami bisa bekerjasama dengan para guru yang bekerja sepenuh hati :D
Lewat kegiatan ini kami jadi semakin yakin bahwa kegiatan untuk balita atau anak ketika mengunjungi situs arkeologi/bersejarah dan museum tak melulu hanya menggambar dan mewarnai.