Suasana toko lawas menyambut kedatangan kami. Aneka kudapan tersusun rapi di rak etalase. Mata kami tentu saja mencari-cari kudapan legendaris dari dapur Nyonyah Pang. “Ini namanya miku,” ujar seorang pramuniaga yang menangkap raut muka penuh tanda tanya kami.
Lalu ada lagi moho yang mengingatkan dengan bolu kukus. Rasanya pun tak jauh beda.
Kami juga mencicipi ledre dengan tekstur yang berbeda dari ledre Madiun. Jika biasanya ledre yang kami makan menyerupai kue semprong dengan rasa pisang maka kali ini ledre basah pisangnya terasa lebih segar dengan manis alami.
Kue sagon Nyonya pang tak luput kami cicipi. Kue yang sejatinya berbentuk lingkaran yang dilipat dua ini sangat menonjol aroma dan rasa daun jeruknya. Kue sagon menjadi salah satu favorit kami di sini.
Ada pula es frambozen yang menerbangkan memori kami pada masa kecil. Cita rasa dan warnanya benar-benar membuat suasana di dalam toko Nyonya Pang seketika hitam putih. Sungguh sebuah rasa yang sulit dijumpai di masa kini.
Tak lupa kami memasukkan beberapa jenis kudapan yang sudah kami cicipi ke dalam kotak makan sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Setelah banyak kudapan yang masuk ke mulut dan merasuk di kepala maka tak heran jika Mbak Mitri begitu merekomendasikan tempat ini ke kami. Nyonya Pang yang sudah mewarnai jagat kuliner Muntilan sejak 1912 ini benar-benar patut dikunjungi. Lokasinya pun terletak di jalan utama, tak jauh dari Kelenteng Hok An Kiong.
Kehadirannya jadi salah satu alasan kami untuk kembali menikmati “kota” kecil yang hanya lebih sering dilintasi ini.