Dengan luas sekitar 500 x 500 m, Kompleks Ratu Boko terdiri dari beragam bentuk tinggalan arkeologis. Di dalam kompleks dapat dijumpai gapura bertipe paduraksa, candi yang dikenal sebagai candi Pembakaran, Candi Batu Putih, tandon air, alun-alun, struktur bangunan/jajaran umpak batu, talud dan pagar keliling, batur paseban, batur pendapa,batur pringgitan, tembok keliling, miniatur candi, kolam-kolam, saluran air, reruntuhan stupa, gua, dan jalan setapak kuno.
Padatnya populasi tinggalan arkeologis di dalam Kompleks Ratu Boko menerbitkan tanda tanya besar terkait dengan fungsi kompleks ini pada masanya. Menurut sejarahnya, Ratu Boko disebut-sebut di dalam prasasti Abhayagirivihara yang berangka tahun 792 M. Prasasti berbahasa Sansekerta itu berisi tentang peringatan pembangunan wihara di atasbukit. Terkait dengan isi prasasti itu maka Ratu Boko digambarkan sebagai wihara pada masanya. Selanjutnya ada yang menambahkan bahwa Ratu Boko mengalami perubahan fungsi dari biara menjadi tempat hunian untuk kalangan tertentu.
Sementara itu muncul juga pendapat lain, seperti pendapat F.D.K. Bosch yang menyebutkan bahwa Ratu Boko merupakan sebuah keraton. Keraton itu menjadi tempat tinggal Ratu Boko yang disebut-sebut dalam cerita Roro Jonggrang. Tersebutlah bahwa Bandung Bondowoso, putra dari Raja Boko jatuh hati pada gadis bernama Roro Jonggrang. Kisahnya kemudian abadi di dalam monumen Candi Prambanan yang agung.
Ada lagi satu prasasti yaitu prasasti Sivagrha (856 M) yang menyebut-nyebut Ratu Boko sebagai benteng pertahanan. Ahli epigrafi, J.G de Casparis, menggunakan prasasti itu sebagai landasan penggambaran fungsi Ratu Boko sebagai benteng pertahanan. Ratu Boko yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran Dyah Sankhara Sri Sanggramadhananjaya ini ternyata mengambil posisi cukup penting dalam kancah sejarah perebutan tahta dalam kerajaan Mataram Hindu/Buddha (periode Jawa Tengah).
Perebutan tahta pertama yang termuat dalam prasasti Sivagrha ialah antara Balaputradewa dengan Rakai Pikatan. Rakai Pikatan merupakan anak Rakai Patapan pu Palar yang masih terhitung ke dalam anggota wangsa Sailendra dan menganut agama Siwa. Rakai Patapan pu Palar terobsesi untuk menduduki tahta kerajaan Mataram yang saat itu dipegang Samaratungga. Untuk meloloskan niatnya itu maka ia mengaturperkawinan politik antara Rakai Pikatan, anaknya, dengan Pramodawarddhani, anak Samaratungga (Samaratungga anak Rakai Panangkaran).
Saat itu, Balaputradewa yang merupakan adik Pramodawarddhani merasa tidak terima jika tahta kerajaan jatuh ketangan Pikatan. Maka ia pun melakukan pemberontakan terhadap Pikatan. Di dalam prasasti Siwagrha kompleks Ratu Boko digambarkan sebagai tempat pengungsian yang terdiri dari beratus ribu batu. Namun, Balaputradewa gagal mempertahankan benteng pertahanannya di Ratu Boko. Ia kemudian kembali ke Sumatera dan menjadi raja di Sriwijaya.
Sejarah ternyata berulang, pemberontakan karena perebutan tahta kembali terjadi. Kali ini Rakai Walaing Pu Kumbhayoni yang memberontak terhadap Rakai Pikatan. Menurut prasasti Sivagrha, perang ini berlangsung selama setahun. Rakai Walaing Pu Kumbhayoni menurut silsilahnya merupakan cicit dari Sang Ratu di Halu yang merupakan adik Rakai Mataram Ratu Sanjaya (ayah Rakai Panangkaran).
Rakai Walaing Pu Kumbhayoni yang merasa lebih berhak mendapatkan tahta kerajaan menjadikan Ratu Boko sebagai basis pertahanannya. Di sini ia sempat mendirikan berbagai bangunan untuk lingga bagi Siwa dalam berbagai aspeknya. Hal itu ia lakukan sebagai upaya magis untuk memperolehkemenangan. Ia juga membuat prasasti yang memuat silsilah untuk menguatkan bahwa ia berhak atas tahta tersebut.
Awalnya, lokasi Ratu Boko yang strategis tak mampu ditembus Rakai Kayuwangi, anak bungsu Pikatan, yang ditugaskan memimpin pasukan untuk melakukan penyerangan ke Ratu Boko. Namun, setelah mencoba berbagai strategi akhirnya Rakai Kayuwangi berhasil menggempur benteng pertahanan Ratu Baka danmendesak mundur Rakai Walaing Pu Kumbhayoni.
Gambaran perebutan tahta tersebut hanyalah gambaran kecil dari kerangka besar cerita yang ada di kompleks Ratu Boko. Masih banyak keping-keping cerita yang lain terkait monumen maha karya ini.